Selasa, 20 Maret 2012

Tips Untuk Mencegah Serangan Tomcat dan Mengobati Dermatitis Akibat Cairan Serangga Tomcat

Warga Jawa Timur saat ini sedang menghadapi serangan serangga Tomcat. Serangga Tomcat (disebut pula Rove Beetle, dibaca "Kumbang Rove" atau "Paederus littoralis") atau lebih dikenali juga dengan nama daerah Semut Semai, Semut Kayap, atau Charlie di Indonesia.

Serangga Tomcat tidak mengigit ataupun menyengat, tetapi secara otomatis akan mengeluarkan cairan bila bersentuhan atau berbenturan dengan kulit manusia. Gawatnya, serangga ini juga akan mengeluarkan cairan racunnya ini pada benda-benda seperti baju, handuk, atau benda-benda lainnya. Pada jenis serangga tertentu, terdapat cairan yang diduga lebih kuat dari bisa ular kobra. Cairan hemolimf atau toksin dari serangga ini disebut sebagai 'aederin' (C24 H43 O9 N). Serangga Tomcat secara otomatis akan mengeluarkan cairan apabila terjadi sentuhan atau benturan dengan kulit manusia secara langsung. Bisa juga dengan sentuhan tidak langsung melalui handuk, baju atau alat lain yang tercemar oleh racun Tomcat tersebut. Itu sebabnya, jika sudah terkena dermatitis, maka otomatis seperti seprei dan baju, handuk maupun alat-alat yang disinyalir terkena racun Tomcat harus dibersihkan. Bersentuhan dengan kumbang ini saat berbaring atau tidur, menghancurkannya pada badan atau menggosok dengan jari yang kotor akan menyebabkan radang pada lapisan luar mata (konjunktivitis) dan radang kulit yang parah yang dikenal sebagai dermatitis linearis atau aederus (kumbang rove / staphylinidae) dermatitis.
Keluhan dan gejala dermatitis yang ditimbulkan dapat berupa rasa panas, perih, sangat gatal, dan kulit seperti melepuh dan berair, serta kulit dapat berubah warna menjadi kehitaman bila terpapar sinar matahari.
Untuk masyarakat yang berada di daerah yang terkena serangan serangga Tomcat jangan khawatir, karena berikut ini ada beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengobati kulit yang terkena cairan serangga Tomcat.

Beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mencegah terkena cairan serangga Tomcat:
1. Hindari dekat dengan sumber cahaya, seperti lampu yang menyala karena serangga Tomcat aktif di malam hari dan tertarik dengan cahaya lampu..
2. Tutup jendela dan pintu sebelum menyalakan lampu atau memasang kasa/jaring pada jendela dan pintu supaya serangga tidak bisa masuk ke dalam ruangan.
3. Dapat menyemprotkan pestisida nabati/alami ke sekeliling ruangan. Cara membuat pestisida nabati/alami yaitu dengan cara mencampur irisan lengkuas/laos + parutan daun serai ke dalam air dan dimasukkan ke dalam botol penyemprot.
4. Memakai baju lengan panjang dan celana panjang untuk menghindari kontak langsung dengan cairan serangga Tomcat.

Bila kulit sudah terkena cairan serangga Tomcat, di bawah ini ada beberapa tips untuk mengobatinya:
1. Bila serangga menempel pada kulit, jangan menepuknya dengan tangan, tapi cukup ditiup atau disiram dengan air.
2. Segera cuci dengan sabun dan air hangat bila terkena cairan Tomcat.
3. Jangan dikasih odol, minyak kayu putih, balsem, minyak tawon, karena hasilnya akan memperparah.
4. Lalu oleskan salep yang mengandung kortikosteroid (seperti salep Betametason).
5. Bisa juga dengan mengompres kulit dengan air dingin atau es batu untuk mengurangi rasa panas dan perih yang ditimbulkan oleh cairan Tomcat.
6. Segera minum obat anti alergi atau yang mengandung antihistamin.
7. Hindari terpapar dengan sinar matahari supaya kulit yang terkena cairan Tomcat tidak menjadi hitam dan sukar pulih ke warna semula.

Semoga bermanfaat.

Peraturan Izin Lingkungan telah Terbit: PP Nomor 27 Tahun 2012

Ditulis Oleh Nelson Sitohang

Pemerintah telah mensahkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan pada tanggal 23 Pebruari tahun 2012. Sejak saat itu PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang amdal telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. 

Peraturan ini merupakan PP pertama yang selesai dibuat dari 20 PP yang dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPH) harus selesai satu tahun setelah UUPPH diundangkan. Artinya setelah hampir 3 Tahun usia UUPPH baru 1 peraturan pelaksananya berupa PP yang diselesaikan.

Peraturan Pemerintah tentang izin lingkungan ini telah menjawab pertanyaan para praktisi dan istitusi pengelola lingkungan hidup di negeri ini seperti apakah wujud dari izin lingkungan tersebut, apa bedanya dengan persetujuan kelayakan lingkungan, rekomendasi UKL-UPL, dan izin-izin yang sudah ada selama ini seperti izin pengelolaan limbah B3, izin land aplikasi, dan lain-lain.

Izin lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa izin lingkungan dilakukan pada saat kegiatan belum dilaksanakan dan untuk mendapatkannya rencana usaha dan/atau kegiatan harus sudah memiliki dokumen amdal atau formulir UKL-UPL. Izin lingkungan ini akan menjadi persyaratan dalam memperoleh izin operasi rencana usaha dan/atau kegiatan. Jadi izin usaha tidak akan diterbitkan jika izin lingkungan tidak ada dan izin lingkungan tidak akan diterbitkan jika tidak ada dokumen amdal atau formulir UKL-UPL.

PP ini mengatakan bahwa tata cara mendapatkan izin lingkungan seperti, harus menyampaikan  a) dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL; b) Dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan c) Profil Usaha dan/atau Kegiatan. Kemudian izin lingkungan tersebut sebelum diterbitkan terlebih dahulu harus diumumkan kepada masyarakat di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan untuk mendapatkan saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat. Saran, pendapat dan tanggapan tersebut disampaikan oleh wakil masyarakat yang terkena dampak yang menjadi anggota komisi penilai amdal. Penerbitan izin lingkungan dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan atau rekomendasi UKL-UPL. 

Izin lingkungan ini paling tidak memuat beberapa hal yaitu: a) persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL; b) persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan c) berakhirnya Izin Lingkungan. Masa berlaku izin lingkungan ini sama dengan masa berlaku izin usaha dan/atau kegiatan.

Peraturan pemerintah ini juga mewajibkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Izin ini berbeda dari izin lingkungan. Izin lingkungan diperoleh sebelum usaha dan/atau kegiatan beroperasi tetapi perizinan lingkungan dapat diperoleh setelah usaha dan/atau kegiatan beroperasi. Jenis perizinan lingkungan yang diatur dalam PP ini antara lain: izin pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pembuangan air limbah ke laut, izin dumping, izin reinjeksi ke dalam formasi, dan/atau izin venting.

Kewenangan Pusat, Provinsi dan kab/kota dalam hal penerbitan dan pengawasan izin lingkungan juga diatur dengan jelas dalam PP ini. Menteri menerbitkan izin lingkungan untuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL diterbitkan oleh Menteri;  Gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan
oleh gubernur; dan Bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.

Peraturan Pemerintah ini juga mengatur secara detail tentang amdal karena PP ini sekaligus juga merupakan pengganti terhadap PP nomor 27 tahun 1999 tentang amdal. Dalam PP 27 Tahun 2012 ini dikatakan bahwa dokumen amdal yang kita kenal selama ini terdiri dari 5 (lima) dokumen, sekarang menjadi 3 (tiga) dokumen yaitu dokumen KA-ANDAL, dokumen ANDAL dan dokumen RKl-RPL. Kewenangan komisi penilai amdal dan keanggotaan dalam komisi penilai amdal juga diatur secara rinci dalam PP ini. 

Peraturan ini dengan tegas memberikan larangan kepada Pegawai Negeri Sipil Pegawai negeri sipil yang bekerja pada instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota menjadi penyusun amdal atau UKL-UPL kecuali dalam hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota bertindak sebagai Pemrakarsa, pegawai negeri sipil dimaksud dapat menjadi penyusun amdal atau UKL-UPL. 

Salah satu yang menarik dari PP ini adalah adanya kejelasan dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran amdal dan UKL-UPL. Dengan PP nomor 27 tahun 1999 sulit melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran amdal dan UKL-UPL mengingat amdal dan UKL-UPL bukan keputusan tata usaha negara (TUN).  Pada PP nomor 27 Tahun 2012 ini, dimana jelas izin lingkungan yang didalamnya termuat amdal atau UKL-UPL merupakan keputusan TUN yang mempunyai konsekuensi hukum atas pelanggarannya sebagaimana diatur dalam UUPPH. Jadi amdal dan UKL-UPL yang selama ini dianggap dan dalam prakteknya hanya dibuat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan izin operasional, dengan PP ini maka hal itu dapat dipastikan tidak akan terulang lagi. Pengenaan sanksi tidak hanya terhadap pemrakarsa tetapi juga kepada pemerintah.

Satu hal yang menjadi pertanyaan dengan keluarnya PP ini adalah apakah PP merupakan juga PP tentang amdal sebagaiman yang diamanatkan UUPPLH pada Pasal 33 yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai amdal akan diatur dengan Peraturan Pemerintah atau hanya tentang Izin lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH Pasal 41. Melihat substansi dari Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2012 dan melihat Pasal 74 dalam PP ini yang telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi PP nomor 27 tahun 1999 tentang amdal, maka seharusnya judul dari PP ini adalah  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Amdal dan Izin Lingkungan. Dengan demikian selain judulnya menggambarkan isinya, sekaligus juga sejalan dengan pemenuhan mandat UUPPLH bahwa akan ada PP yang mengatur tentang Amdal.

Dengan demikian sejak PP ini diberlakukan, maka seluruh aktifitas penysunan dan penilaian amdal dan pemeriksaan UKL-UPL sudah harus menyesuaikan dan terminologi izin lingkungan sudah dapat digunakan dalam proses pengurusan izin usaha dan/atau kegiatan. Dimana izin lingkungan akan diterbitkan bersamaan dengan penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan dan rekomandasi UKL-UPL. Dalam hal dokumen amdal, maka pemrakarsa hanya akan menyerahkan dokumen KA-ANDAL, ANDAL dan RKL-RPL kepada Tim Teknis atau Komisi Penilai AMDAL dan tidak wajib membuat Ringkasan Eksekutif.

Perlu diingat: hebatnya suatu peraturan ketika peraturan tersebut dapat ditegakkan.


Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dapat didownload di: 
http://www.menlh.go.id/DATA/PP-Nomor-27-Tahun-2012.pdf

Senin, 19 Maret 2012

Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga Ditarik dari Peredaran: BPOM Terlambat Lagi Melindungi Konsumen

Ditulis oleh Nelson Sitohang

DILARANG BEREDAR
Badan Pengawasan Obat dan Makanan kembali menarik dari pasaran produk yang telah beredar luas dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Produk tersebut adalah Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Produsen larutan ini yaitu Wen Ken Drug Pte Ltd (WKD) Singapura mengklaim larutan ini sebagai obat panas dalam baik dalam kemasan maupun dalam iklan-iklan di berbagai media.

Berdasarkan keputusan Ditjen HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) No.HKI.4.HI.06.06.06-21/2012 tanggal 10 Februari 2012, merek larutan penyegar Cap Kaki Tiga termasuk "golongan barang 32" atau produk berupa air. Artinya produk ini sama kelasnya dengan air mineral, air soda dan minuman bukan alkohol lainnya seperti dari buah, perasan buah atau sirup-sirup.

Setelah bertahun-tahun produk ini beredar, mengapa baru sekarang diketahui? Bukankah ketika pendaftaran produk dan pengurusan izin di BPOM mestinya sudah dapat diketahui komposisinya atau setidaknya berdasarkan hasil pengawasan atau pemantauan rutin mestinya bisa diketahui dengan cepat penyimpangan dari produk ini. 

Dampak produk palsu ini mungkin tidak berdampak siginifikan terhadap kesehatan konsumen tetapi produk ini telah membohongi dan merugikan konsumen secara finansial. Konsumen telah membeli sesuatu yang sesungguhnya tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapannya.  

Meskipun produk ini telah dilarang beredar, ditarik dari pasaran dan diperintahkan untuk dimusnahkan berdasarkan Surat BPOM bernomor PW.10.01.431.02.12.0533, sanksi tersebut belumlah memadai. Produsen dan distributor produk palsu ini harus dikenakan sanksi ganti rugi dan pidana sehingga memberikan efek jera bagi produsen dan distributor makanan, minuman dan obat-obatan lainnya untuk tidak melakukan hal sama di kemudian hari. Sanksi ganti rugi tersebut dapat berupa menyerahkan kepada negara seluruh keuntungan dari penjualan produk bohong-bohongan ini yang selama ini diperoleh dan pemerintah dapat menggunakan dana tersebut untuk mendukung program kesehatan di Indonesia.

Sekali lagi kejadian ini menunjukkan BPOM belum optimal melindungi konsumen dari peredaran produk makanan, minuman dan obat-obatan. BPOM perlu meningkatkan ketelitian dalam pemberian perizinan peredaran seluruh produk makanan, minuman dan obat-obatan. Disamping itu pengawasan juga harus semakin ditingkatkan sehingga mutu produk yang beredar di pasaran sungguh-sunguh tetap sama dengan sampel yang mereka serahkan ke BPOM ketika pengurusan izin atau registrasi produk. Sedangkan kepada konsumen mulailah berhati-hati membeli atau mengkonsumsi produk makanan, minuman dan obat-obatan yang beredar di pasaran. Jangan terlalu percaya dengan iklan tetapi coba baca dengan teliti memahami komposisinya dan mengkonsultasikan dengan unit layanan kesehatan (Puskesmas) terdekat sebelum mengkonsumsinya.

Setiap yang mengetahui informasi ini, mari sampaikan ke sekeliling kita untuk berhenti membeli dan mengkonsumsi Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan jika masih terus dijual dipasaran agar melaporkan kepada BPOM yang ada di kota kita. Keperdulian kita akan membantu melindungi orang lain.


Sumber:  BPOM Tarik Peredaran Larutan Cap Kaki Tiga


Selasa, 07 Februari 2012

AMDAL dan UKL-UPL Mahal: Belum ada Tarif untuk Penilaian AMDAL dan Pembahasan UKL-UPL

Ditulis oleh Nelson Sitohang


Salah satu alasan mengapa penyusunan dokumen lingkungan seperti dokumen AMDAL dan UKL-UPL dihindari oleh investor saat ini adalah karena tidak adanya tarif yang jelas untuk pembuatan dan proses medapatkan persetujuan layak lingkungan untuk AMDAL dan/atau rekomendasi UKL-UPL. Investor menggaap membuat dokumen lingkungan itu sulit dan mahal. Kondisi ini secara tidak langsung memperlambat pertumbuhan investasi di Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL pada pasal 36 dan 37 memang sudah mengatur mekanisme pembiayaan AMDAL seperti biaya pelaksanaan kegiatan komisi ditanggung oleh pemerintah sesuai kewenangannya dan biaya penyusunan dan penilaian dokumen AMDAL dibebankan kepada pemrakarsa tetapi dalam prakteknya masih ditemukan di berbagai daerah tidak ada tarif yang jelas berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pemrakarsa sampai pemrakarsa mendapatkan surat persetujuan layak lingkungan dan/atau rekomendasi UKL-UPL.

Jika hal ini hal ini terus dibiarkan makan akan kontra produktif dengan kampanye pemerintah agar semua usaha dan atau kegiatan melaksanakan bisnis yang ramah lingkungan. Pemerintah hendaknya memberikan kemudahan kepada pengusaha dalam proses mendapatkan dokumen lingkungan. 

Praktek yang masih terjadi sampai saat di lapangan dan berdasarkan informasi dari para konsultan penyusun dokumen AMDAL dan UKL-UPL masih dijumpai biaya yang harus diserahkan Konsultan kepada institusi penilai AMDAL sangat besar dan tidak pernah ada tarif yang standar dan bahkan untuk pembahasan UKL-UPL sampai penerbitan rekomendasi sering sekali bianyanya lebih mahal dari jasa konsultan penyusun. Padahal proses yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk Penyusunan dokumen UKL-UPL sudah sederhana tetapi menjadi terlihat jadi rumit dan sangat berat karena tidak ada ketentuan yang mengatur tarif pembahasannya. Jika pemrakarsa dan tim penyusun menanyakan apakah ada aturan yang menetapkan besaran tarif maka instansi yang bersangkutan sering tidak dapat menunjukkan. Pertanyaannya adalah dana yang disetorkan oleh pemrakarsa dan/atau konsultan tersebut menjadi milik siapa? Pemerintahkah atau pihak-pihak tertentu, jika diserahkan ke kas daerah maka tentunya ada peraturan yang menetapkan besaran tarifnya.

Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan banyak peraturan menyangkut AMDAL dan UKL-UPL dengan satu keinginan agar instrumen lingkungan wajib ini dapat dilaksanakan dengan mudah dan berfungsi mengawal pencegahan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dari keseluruhan peraturan menteri tersebut mengapa Kementerian Lingkungan Hidup tidak berani membuat peraturan yang mengatur penetapan standar tarif biaya penilaian dokumen AMDAL dan Pembahasan Dokumen UKL-UPL di Pusat, Provinsi dan Kab/Kota bahkan mencantumkan ketentuan kejelasan tarif dalam persyaratan Linsensi Komisi Penilai AMDAL di setiap tingkatan. Persyaratan ini tidak kalah penting dari aturan ketentuan menyangkut sarana dan prasaran ruang rapat komisi. Hal inilah sering sekali kita jumpai di lapangan dimana para konsultan AMDAL ketika mengajukan biaya penyusunan dokumen AMDAL kepada pemrakarsa memisahkan biaya penyusunan dan penilaian/pembahasan karena bagi mereka komponen biaya penilaian/pembahasan tersebut sangat tidak jelas, tidak pasti dan tidak transparan.

Ketidakjelasanan tarif ini juga mempengaruhi secara langsung akan mempengaruhi kualitas dokumen AMDAL dan UKL-UPL karena akan ada peluang lolosnya dokumen AMDAL dan UKL-UPL yang tidak  berkualitas tetapi memberikan "fasilitas" bayaran yang lebih kepada pihak-pihak tertentu. Bahkan mungkin dokumen cukup dinilai/diulas seadanya saja asal pihak pemrakarsa dan atau konsultan penyusun menyetujui besar tarif yang ditetapkan.

Jika ada Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah menetapkan tarif untuk penilaian AMDAL dan pembahasan dokumen UKL-UPL bahkan membuat Peraturan Daerah menyangkut biaya penerbitan Surat Keputusan Kelalayakan Lingkungan dan Rekomendasi UKL-UPL patut diberikan apresiasi karena mengeluarkan kebijakan yang membangunan iklim investasi yang baik di Indonesia. 

Semoga ada pihak yang berani melakukan terobosan untuk menghilangkan salah satu penghambat AMDAL dan UKL-UPL menjadi lebih mudah dan efektif. L)