Kamis, 03 Januari 2013

Malaria: The Caliban Curse

Malaria adalah salah satu penyakit tertua di dunia dan terkenal sebagai  “Pembunuh terbesar sepanjang abad”. Adalah Hippocrates, sang bapak kedokteran, yang pertama kali menggambarkan gejala-gejala klinis malaria pada sekitar abab IV Masehi. Kata malaria sendiri berasal dari bahasa Itali, “mal’aria”. Pada zaman dulu, orang beranggapan bahwa malaria disebabkan oleh udara yang kotor. Sementara di Perancis dan Spanyol, malaria dikenal dengan nama “paladisme atau paludismo“, yang berarti daerah rawa atau payau karena penyakit ini banyak ditemukan di daerah pinggiran pantai.

Saking terkenalnya penyakit malaria sebagai pembunuh no 1 dunia, William Shakespeare, salah satu penulis Inggris yang paling terkenal sepanjang abad 16-17, menggambarkan penyakit malaria dalam salah satu karyanya sebagai “The Caliban Curse“. Caliban adalah salah satu budak Afrika yang dikutuk dalam karya Shakespeare, The Tempest (1611). Shakespeare menggambarkan malaria sebagai suatu penyakit kutukan.

Malaria disebabkan oleh parasit yang dikenal dengan sebutan Plasmodium. Hingga saat ini ada lima jenis  Plasmodium yang dapat menyebabkan malaria yaitu P. falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae and  P. knowlesi.  Parasit yang menyebabkan kematian akibat malaria adalah P. falciparum, sementara P. knowlesiadalah jenis parasit malaria baru yang ditemukan di Semenanjuk Serawak, Kalimantan. Dulunya P. knowlesi biasa ditemukan pada monyet, namun sekarang parasit ini terbukti dapat menyerang manusia bahkan bisa menyebabkan kematian.

Sejarah perkembangan malaria hampir sama tuanya dengan sejarah kehadiran manusia di muka bumi. Harrison juga dalam bukunya “Mosquito, Malaria and Man. – A History of Hostilities Since” menggambarkan malaria sebagai “the ancient deadly disease”. Para ahli memperkirakan bahwa malaria kemungkinan berasal dari Afrika sekitar 12.000 – 17.000 tahun yang lalu. Dari benua ini, malaria kemudian menyebar ke suluruh dunia, terutama di daerah tropis, sejalan dengan sejarah dimulai penjelajahan umat manusia menemukan dan menaklukkan daerah-daerah baru, perdagangan serta sejarah penjualan budak-budak Afrika pada zaman dulu ke Amerika dan daerah-daerah lainnya. Malaria juga sudah dikenal oleh para “dokter” pada zaman China kuno sekitar tahun 2700 sebelum masehi.

Malaria sangat terkenal sebagai pembunuh terbesar sepanjang abad karena sejak hadirnya, malaria telah “berhasil” mengalahkan begitu banyak pemimpin perang besar di zaman dahulu, termasuk Napoleon dan pasukannya. Bukan hanya Napoleon, Alexander the Great, raja terbesar jaman Romawi, para Paus dan para pemimpin besar agama jaman dulu juga menjadi korban keganasan penyakit malaria.  Sejarah juga mencatat bahwa dalam Perang Dunia I, prajurit Inggris yang mati karena digigit “nyamuk” malaria lebih banyak dari yang mati karena tertembak peluruh musuh.

Sampai saat ini malaria tetap menjadi ancaman utama kesehatan umat manusia.Menurut “World Malaria Report 2011”, malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara. Setiap tahun malaria menyerang sedikitnya 350-500 juta dan bertanggung jawab terhadap sekitar 1 juta kematian per tahun. Diperkirakan masih sekitar 3,2 miliar orang hidup di daerah endemis malaria. Malaria juga bertanggung jawab secara ekonomis terhadap kehilangan 12 % pendapatan nasional, negara-negara yang memiliki malaria.
Di Indonesia sendiri, selama tahun 2011 diperkirakan ada sekitar lebih dari 250 ribu kasus malaria. Sekitar 80 persen kabupaten/kota di Indonesia adalah malaria endemis  area, dan sekitar 45 persen penduduk Indonesia masih tinggal di daerah endemis malaria. Provinsi dengan kasus malaria tertinggi di Indonesia adalah NTT, Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara.

Di NTT, data Dinkes Prov  tahun 2011 menunjukan bahwa malaria endemis di semua kabupaten/kota.  Jumlah kasus malaria tertinggi konfirmasi laboratorium di NTT selama 2011 adalah 120.615. Jika total penduduk NTT sebanyak 4.6 juta jiwa maka selama 2011 ada 27 orang diantara 1000 penduduk yang positive malaria. Suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan standar nacional yang hanya membolehkan maksimum 5 penderita per 1000 penduduk. Bahkan dikalangan ibu hamil dan bayi, angka kesakitannya adalah 30 per 1000 untuk ibu hamil dan 46 per 1000 di kalangan bayi. Tidak mengherankan jika angka kematian bayi dan ibu hamil di NTT tertinggi di Indonesia. Bisa kita pastikan bahwa malaria ikut berkontribusi terhadap tingginya angka kematian bayi dan bumil di NTT.

Kabupaten dengan angka kasus malaria tertinggi berdasarkan konfirmasi laboratorium adalah Lembata (21.067);  Sikka (21.002) dan TTS (11.310). Namun jika dilihat dari distribusi jumlah penduduk, kabupaten dengan angka parasite positive tertinggi per 1000 penduduk adalah Lembata (188 kasus per 1000 penduduk); disusul Sumba Tengah (78 kasus per 1000 penduduk), Sikka (67 kasus per 1000 penduduk) dan Sabu Raijua (45 kasus per 1000 penduduk).

Pada tanggal 25 April 2012 lalu, seluruh dunia memperingati Hari Malaria Sedunia (HSM). Tema yang diangkat adalah “Sustain Gains, Save Lives: Invest in Malaria”, yang kalau disederhanakan, artinya “Bebas Malaria – Investasi Bangsa”.
HMS diperingati pertama kali pada tanggal 25 April 2001 yang dipelopori oleh negara-negara Afrika sebagai “Africa Malaria Day”, menandai dimulainya usaha global untuk memerangi malaria yang dikenal dengan “Abuja Declaration” yang ditanda-tangani oleh 44 negara Afrika di Abuja, Nigeria. Sejak tahun 2007, World Health Organization (WHO) melalui World Health Assembly akhirnya menetapkan 25 April sebagai Hari Malaria Sedunia.

Sejatinya, peringatan hari malaria sedunia ini bertujuan untuk membangun kembali kesadaran bersama tentang bahaya malaria dan bagaimana melakukan upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan malaria pada semua level, mulai dari tingkat internasional, nasional, lokal hingga ke level masyarakat atau “community based activity”.

Jika tema HMS 2012 menekankan bahwa bebas malaria adalah invetasi bangsa, maka dengan tingginya kasus malaria di Province dengan kasus malaria tinggi seperti di NTT sangat berpengaruh pada sector ekonomi berupa hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dan juga beban tambahan lain seperti biaya pengobatan, kehilangan waktu untuk berusaha atau berinvestasi dan juga bentuk kerugian sosial lainnya.

Di NTT,  jumlah kasus malaria  mencapai lebih dari 120 ribu per tahun, dimana 50 persen penderita malaria adalah kelompok usia produktif, secara kasar bisa kita perhitungkan bahwa jika sehari seorang bisa mendapatkan penghasilan Rp 50 ribu, sementara selama sakit dia harus istirahat selama 5 hari kerja, maka setahun NTT kehilangan sekitar Rp 180 miliar. Ini belum termasuk 19 ribu anak usia sekolah di NTT yang harus kehilangan 5 hari waktu belajar dan bermain akibat penyakit malaria yang mereka derita. Maka jangan heran jika hasil UN di NTT selalu menempati “juara 33”. Suatu prestasi pendidikan yang kemungkinan sector kesehatan ataupun malaria ikut berkontribusi .

Karena itu, tema HSM “Bebas Malaria – Investasi bangsa” mengingatkan kita kembali bahwa pengendalian malaria merupakan investasi dalam pembangunan.Investasi berkelanjutan dalam pengendalian malaria sekarang akan berdampak pada investasi ekonomi dan penurunan angka kemiskinan di masa depan. Hal ini sejalan dengan semangat Tujuan Pembangunan Milenium 2015, terutama yangberkaitan dengan meningkatkan kelangsungan hidup anak dan kesehatan ibu,memberantas kemiskinan dan memperluas akses pendidikan.

Investasi dalam pengendalian malaria juga akan memuluskan jalan bagi Indonesia untuk mencapai tujuan program nasional eliminasi malaria menuju Indonesia bebas malaria pada tahun 2030. Mengeliminasi malaria merupakan investasi bangsa karena dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mengatasi kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan guna menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan.

Bebas Malaria – Investasi bangsa mengamanatkan agar seluruh komponen bangsa yang terkait bekerjasama yang sinergis untuk mencapai tujuan MDGs dan tujuan nasional bebas malaria tahun 2030 guna menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Tema ini juga menggugat peran semua sektor: legistatif, eksekutif, swasta, masyarakat termasuk masyarakat sekolah untuk ikut membebaskan malaria dari bumi NTT. Semoga.

Sumber: http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/01/03/malaria-the-caliban-curse--521102.html