Senin, 06 Februari 2012

AMDAL: Sudah Efektifkah sebagai Instrumen Wajib Pengelolaan Lingkungan?

Ditulis oleh Nelson Sitohang

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) merupakan satu-satunya instrumen pengelolaan lingkungan wajib di Indonesia yang harus dilakukan setiap orang/pihak yang akan melakukan kegiatan dan/atau usaha. Karena itulah setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL dalam proses mendapatkan izin kegiatan dan/atau usaha harus dapat melampirkan dokumen dan surat keputusan kelayakan lingkungan sebagai hasil proses studi AMDAL.

Pengertian AMDAL dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah "kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan". Defenisi ini secara eksplisit telah menjelaskan makna AMDAL sesungguhnya, yaitu: (1) kajian berarti AMDAL merupakan hasil suatu kajian ilmiah dimana seluruh tahapannya mengacu kepada kaidah-kaidah, etika dan metodologi ilmiah dan tentunya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kajian ini memiliki fungsi dan makna yang sama dengan kajian ekonomi dan kajian teknis (2) yang direncanakan berarti kajian AMDAL dilaksanakan sebelum kegiatan dimulai (sebelum pra konstruksi), jika kajian dilakukan pada saat kegiatan sudah berlangsung, maka dapat dikatakan bukanlah kajian AMDAL. Hal ini perlu dipahami karena salah satu manfaat kajian AMDAL adalah memberikan pilihan-pilihan baik dari sisi ekonomi, sosial, ekologi, lokasi maupun teknologi sebelum kegiatan sehingga hasil kajian AMDAL akan mampu meminimalkan dampak negatif dan meningkatkan dampak positif. Selain itu jika dilaksanakan sebelum kegiatan berlangsung maka akan semakin jelas diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi dengan (with) atau tanpa (without) adanya kegiatan. (3) diperlukan bagi proses pengambilan keputusan artinya dari hasil poin (1) dan poin (2) yang dilakukan secara benar akan memberikan masukan penting untuk pengambilan keputusan yang menyatakan apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan layak lingkungan atau tidak dan pada akhirnya memberikan keputusan apakah layak diberikan izin atau tidak. Jika layak maka akan disertai dengan berbagai langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemrakasa atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam rangka mengendalikan dampak rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan.

Memperhatikan defenisi AMDAL di atas mestinya jika dilakukan dan dilaksanakan secara benar mulai dari proses persiapan, penyusunan dan pelaksanaan kajian dan hasil kajian akan efektif dalam mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Efektifitas suatu kajian AMDAL sangat dipengaruhi oleh pihak-pihak dalam proses kajian, pembahasan hasil dan penetapan status hasil kajian AMDAL. Meningkatkan kualitas dan integritas pihak-pihak dimaksud akan sangat berbanding lurus dengan kualitas dan efektifitas dokumen AMDAL sebagai salah satu instrumen wajib pengelolaan lingkungan di Indonesia.

Adapun pihak-pihak yang perlu mendapat perhatian serius sebagai simpul penting dalam peningkatakan kualitas AMDAL antara lain: pemrakarsa atau penanggung jawab kegiatan, konsultan penyusun , Tim Teknis Penilai, Komisi Penilai, Sekretariat Komisi Penilai, Pemberi Lisensi Komisi Pemberi Lisensi/Sertifikasi Penyusun Lembaga Pelatihan AMDAL dan Institusi yang diberikan kewenangan melaksanakan pengawasan dan pembinaan AMDAL.

Pemrakarsa atau penanggung jawab kegiatan hendaknya tidak menganggap bahwa melaksanakan kajian AMDAL merupakan pemborosan (cost center) bahkan tidak hanya sekedar memenuhi persyaratan mendapatkan izin semata. Lebih mulia daripada itu menjadikan hasil kajian AMDAL sebagai dokumen penting dalam pengelolaan lingkungan. Konsultan Penyusun AMDAL secara moral harus bertanggung jawab terhadap hasil kajian yang dilakukan dan menaati etika ilmiah dalam seluruh tahapan kajian, menggunakan data-data yang dapat dipertanggungjawabkan. Menyajikan metode identifikasi dampak, metode pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak dan metode evaluasi dampak yang sungguh-sungguh dapat dipertanggungjawabkan. Konsultan penyusun hendaknya berani berseberangan dengan pemrakarsa (pembayar konsultan) dengan menampilkan kebenaran hasil studi, bahkan tidak menjadi perpanjangan tangan pemrakarsa memanipulasi hasil kajian yang tidaklayak lingkungan dinyatakan layak lingkungan serta memperdaya Tim Teknis dan Penilai yang mempunyai keterbatasan memahami rencana kegiatan dan hasil kajian AMDAL yang dibuat oleh konsultan. Integritas prefesional Tim Penyusun yang menjunjung tinggi moralitas ilmu pengetahuan sangat diperlukan untuk menjadikan AMDAL sebagai dokumen pengelolaan lingkungan yang baik.

Tim Teknis Penilai yang biasanya berasal dari berbagai institusi termasuk berbagai ahli didalamnya, hendaknya sungguh-sungguh secara serius membedah dokumen AMDAL yang diberikan. Untuk itu diperlukan anggota Tim Teknik Komisi yang memang cakap di bidangnya, mengetahui proses penyusunan AMDAL dan mempunyai integritas yang baik. Setiap orang yang diutus oleh institusi untuk duduk di Tim Teknis Penilai AMDAL jangan hanya karena pertimbangan jabatan tetapi hendaknya mengedepankan kompetensi sehingga ketika menilai dokumen mampu memberikan koreksi dan masukan yang mendasar agar hasil kajian menjadi lebih baik. Hasil Tim Teknis hendaknya memberikan gambaran utuh kepada Komisi Penilai AMDAL dalam memberikan keputusan apakah suatu rencana usaha dan atau kegiatan layak lingkungan atau tidak. Seringsekali tidak ada perbedaan pembahasan AMDAL di Tim Teknis dan di Tim Komisi bahkan sepertinya tidak ada hubungan hasil pembahasab Tim Teknis dan pembahasan yang dilakukan oleh Tim Komisi. Institusi yang tidak kalah pentingnya adalah Sekretariat Komisi Penilai AMDAL yang bertugas memfasilitasi berlangsungnya rapat Tim Teknis dan Komisi Penilai dengan baik bahkan menyiapkan notulensi dan berita acara rapat serta memastikan apakah Pemrakarsa atau Tim Penyusun telah mengakomodir seluruh masukan dan koreksi perbaikan dokumen AMDAL yang disampaikan oleh Tim Penilai. Di beberapa daerah sering sekali simpul Sekretariat Komisi Penilai AMDAL menjadi pintu yang menentukan apakah dokumen AMDAL sudah selesai dibahas atau tidak. Kadang-kadang Tim Teknis dan Komisi Penilai tidak mengetahui apakah sungguh-sungguh pemrakarsa atau tim penyusun telah melakukan perbaikan dokumen sesuai dengan kesekapan rapat karena benar atau tidaknya dilakukan koreksi hanya diputuskan oleh Sekretariat itu sendiri. Sekretariat Komisi Penilai AMDAL menjadi simpul yang penting diperhatikan bahkan sering sangat menenetukan hasil akhir atau kualitas suatu dokumen AMDAL.

Institusi Peyedia Pelatihan AMDAL dan Lembaga Sertifikasi Kompetensi Penyusun AMDAL juga memegang peranan penting dalam membuat AMDAL sebagai instrumen pengelolaan lingkungan strategis. Saat ini lembaga yang diberikan memberikan Pelatihan AMDAL yang meliputi AMDAL Dasar, AMDAL Penyusun dan AMDAL Penilai adalah Pusat-Pusat Studi Lingkungan Hidup di berbagai perguruan tinggi yang tersebar di Indonesia. Saat ini Kementerian Lingkungan Hidup melakukan pengawasan kepada lembaga-lembaga penyedia jasa pelatihan AMDAL dengan memberikan lisensi. Hal ini dilakukan agar Pengelolaan Pelatihan dilakukan lebih baik dan menghasilkan lulusan yang mampu memahami prosedur, substansi, bahkan  mampu menyusun dan menilai AMDAL. Setiap penyedia hendaknya terus meningkatkan kualitas kurikulum dan praktek menyusun dan menilai serta berani menetapkan standar kelulusan bagi pesertanya. Berani menentukan dan menegakkan persyaratan yang telah ditentukan tanpa takut kehilangan atau kekurangan calon perserta pelatihan. Lembaga Sertifikasi juga hendaknya terus meningkatkan integritasnya hanya akan memberikan sertifkasi bagi yang sungguh-sungguh kompten sebagai penyusun AMDAL. Selain itu lembaga sertifikasi juga sudah mulai menilai kualitas semua lulusannya apakah telah melakukan penyusunan dokumennya secara benar dengan cara melakukan evaluasi mutu dokumen AMDAL yang telah disusun dan memberikan konsekuensi pencabutan lisensi bagi Penyusun AMDAL yang nakal. Pihak lembaga sertifikasi juga agar membangun komunikasi dengan institusi penilai AMDAL bagaimana memonitor kualitas kerja para Penilai AMDAL yang disertifikasi dan diberikan akses kepada institusi penilai dokumen AMDAL memberikan evaluasi kepada setiap penyusun AMDAL.

Setelah AMDAL disetujui dan menjadi dokumen pengelolaan lingkungan hidup bagi suatu usaha dan atau kegiatan, maka pertanyaan yang mesti dijawab dan dipastikan sungguh-sungguh dilaksanakan adalah apakah dokumen AMDAL tersebut digunakan di lapangan oleh Pemrakarsa sesuai dengan janjinya. Dokumen AMDAL tetaplah menjadi benda mati yang tidak berguna jika hanya diletakkan di rak-rak buku bahkan di kantor pusat dan hanya dilihat ketika akan memperpanjang izin  dan sekedar menjawan ya pada pihak yang mengatakan apakah sudah memiliki dokumen AMDAL atau tidak. Kenyataan yang sering ditemukan di lapangan ditemukan dokumen AMDAL (RKL dan RPL) tidak ditemukan di lapangan. Pengelola di lapangan beralasan bahwa dokumen ada di Kantor Pusat. Pertanyaannya bagaimana pemrakarsa melaksanakan RKL dan RPL jika dokumen tersebut tidak ada di lapangan? Istitusi yang diberikan kewenangan mengawasi AMDAL seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup Provinsi dan Badan/Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten dan Kota hendaknya melakukan pengawasan penaatan kepada setiap usaha dan atau kegiatan wajib AMDAL untuk memastikan seluruh Program RKL dan RPL dilaksanakan oleh pemrakarsa secara sungguh-sungguh karena dengan demikian arti persetujuan layak lingkungan yaitu bahwa dampak lingkungan yang diakibatkan dengan adanya usaha dan/atau kegiatan dapat dikelola, terbukti di tingkat lapangan. Untuk itu diperlukan personil yang memahami substansi AMDAL, mampu, cakap, berintegritas dan memiliki legalitas pengawasan (PPLH/PPLHD). Institusi pengawas AMDAL harus mempunyai rekaman data dan status penaatan untuk semua usaha dan/atau kegiatan wajib AMDAL dan pada periode waktu tertentu seluruh data diolah untuk melihat perubahan lingkungan apa yang terjadi dengan adanya kegiatan tersebut. Institusi juga berani memberikan sanksi yang tegas kepada pemrakarsa dengan semangat pembinaan agar pemrakarsa serius melaksanakan janji untuk melaksankan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan yang lebih luas.

Dengan melihat kenyaataan saat ini, maka masih diperlukan waktu dan keseriusan semua pihak agar dokumen AMDAL sungguh-sungguh menjadi instrumen pengelolaan lingkungan yang mampu mengawal dan mencegah untuk tidak terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Jika pihak-pihak yang disebutkan di atas tidak memiliki komitmen dan perhatian yang serius maka AMDAL akan tetaplah jilidan-jilidan kertas yang tidak mampu berbuat banyak. Mari sama-sama kita jadikan AMDAL menunjukkan maknanya. NS.

2 komentar:

lap_ped mengatakan...

nice post..
thankyouuuu

Anonim mengatakan...

bagaimana jika RKL/RPL yang telah dibuat dalam dokumen amdal tidak dilaksanakan oleh pemrakarsa dikenakan sanksi pidana, bukan administrasi, sehingga pemrakarsa benar2 melaksanakan amdal sesuai dengan ketentuan bukan hanya sekedar syarat utk mendapatkan izin lingkungan.
hal ini telah saya buatkan dalam tesis terdahulu saya dalam kebijakan formulasi hukum pidana di Indonesia terhadap amdal.
sekaligus mau tanya bang, mhn di share peraturan tentang amdal atau diluar negeri disebut dengan EIA yang berada di negara lain, sebagai studi komparatif
terimakasih bang, syalom